Suatu hari aku di datangi seseorang yang sudah lama
kukenal. Dia teman satu mejaku dulu saat di SMP. Kami mengobrol tentang banyak
hal dan saling bernostalgia.
Lalu dia bertanya, “Kamu masih bersahabat dengan mereka?”
Aku menganggu sambit tersenyum. Dan dia kembali berkata,
“Hubungan kalian sangat awet. Kenapa bisa?”
Aku menjawab, “Aku tidak tahu. Yang aku tahu hanya aku
sayang meraka dan aku tidak ingin kami berpisah.”
“Kamu tahu tidak?” Dia bertanya lagi padaku.
“Apa?”
“Kamu beruntung. Aku juga ingin memiliki sahabat seperti
yang kamu miliki dari dulu hingga saat ini.” Dia menunduk dan terlihat sedih
saat mengatakannya. Jadi aku rangkul pundaknya dan membalas kata-katanya.
“Kamu bisa mulai mencari seseorang yang bisa jadi
sahabatmu dari saat ini.” Tapi dia menggeleng.
“Aku ingin seseorang yang ada di masa laluku yang menjadi
sahabatku. Karena dengan begitu saat kami bertemu kami bisa bernostalgia.”
Jelasnya. Kali ini aku melepas rangkulanku padanya.
“Kamu salah.” Kataku. “Seorang sahabat bukan hanya untuk
saling bernostalgia saja. Sahabat itu seseorang yang selalu ada di saat ini
kita. Bukan dia yang ada di masa lalu kita.”
Teman lamaku itu diam dan aku memilih untuk melajutkan
kata-kataku. “Kalau kamu hanya ingin bernostalgia kamu tidak butuh sahabatmu.
Yang kamu butuhkan hanya seseorang yang ada di masa lalu itu bersama kamu.”
“Aku ingin sebahagia dulu. Jadi kukira aku butuh sahabat
yang aku kenal sejak dulu.” Jawabnya.
Aku iba pada temanku itu tapi aku juga tidak suka saat
dia katakan kalau dia butuh sahabat hanya untuk bernostalgia.
Jadi kukatakan, “Kalau kamu hanya ingin bernostalgia, aku
bisa menjadi teman lama yang baik untuk bernostalgia. Tapi jika kamu ingin aku
menjadi sahabatmu hanya karena alasan itu aku minta maaf. Aku tidak bisa.”
“Aku tahu. Maafkan aku. Aku tidak tahu apa itu sahabat
dan apa bedanya sahabat dan teman lama. Kukira dua hal itu adalah hal yang
sama.” Jawabnya.
Aku tahu dia menyesal jadi aku tersenyum. Kemudian aku
menjawab, “Sahabat itu orang yang ada
kapanpun untukmu. Tapi tidak selalu. Dia seseorang yang bisa memahamimu sama
seperti keluargamu memahami dirimu. Dia orang yang bahkan lebih penting
ketimbang kekasihmu.”
Tiba-tiba dia bertanya padaku, “Apa kamu takut kehilangan
mereka?”
Aku langsung mengangguk. “Tentu saja.”
“Apa kamu yakin mereka sayang padamu?” Aku mengangguk
lagi.
“Sangat yakin.”
“Kenapa?”
“Karena aku sayang mereka. Aku yakin mereka bisa
merasakannya dan membalas rasa sayangku itu.”
Temanku itu diam lagi. Aku tidak tahu apa yang membuatnya
begitu sedih. Tapi kurasa dia butuh seorang sahabat dalam hidupnya ke depan.
“Andai aku memiliki seorang sahabat seperti dirimu.”
Katanya saat menatapku.
Aku tersenyum padanya. “Kamu bisa jadi sahabatku mulai
saat ini. Tapi aku harap kamu sudah tahu siapa sahabat itu dan kamu tidak akan
membuatku kecewa.”
Dia mengangguk dan menjawab, “Aku akan belajar untuk
menjadi sahabat yang baik bagimu juga mereka.”
Aku peluk dia karena rasa senangku. “Terima kasih karena
mengangapku sahabatmu. Aku juga akan berusaha menjadi sahabat yang baik
bagimu.”
Setelah pelukan itu dia mengacungkan jari kelingkingnya
dan berkata, “Janji seorang sahabat?”
Aku kaitkan jari kelingkingku di kelingkingnya dan
membalas, “Janji seorang sahabat!”
“Kau teman lamaku dan kau sahabatku.”
-
-
-
Hahah gimana bagus gak kisahnya? Itu karanganku sendiri
loh..
Semoga kalian semua bisa dapet pelajaran dari kisah
singkat itu. Pelajaran tentang salah satu arti dari sosok sahabat dan perbedaan
antara teman lama dan sahabat.
Okeh bye~
0 komentar:
Posting Komentar